Nafsu Menyeret Ahok ke Penjara
Drama kasus Ahok tentang al-Maidah 51 berakhir klimaks. Demonstrasi besar-besaran anti-Ahok benar-benar terjadi, Jum"at (14/10) kemarin. Tujuannya satu, menyeret Ahok ke penjara. Dengan begitu usaha menggagalkan Ahok sebagai cagub DKI Jakarta tercapai.
Bukan sok tahu atas apa yang belum atau bakal terjadi, tapi menurut persepsi saya yang awam tentang realitas politik, yang konon sulit ditebak. Bukan juga mendahului tukang survei. Tapi berdasarkan pada arus politik dan kepiawaian Ahok dalam beberapa peristiwa yang menggoyangnya selama ini.
Sesuai namanya, Basuki yang artinya “selamat”, alih-alih nafsu kelompok yang anti-Ahok untuk menyeretnya ke penjara, Ahok kelihatannya santai saja ketika merespons itu semua, bahkan ia menegaskan dirinya sama sekali tidak merasa terancam dengan adanya unjuk rasa itu. Tampaknya ia bakal selamat dari segala jerat dan intrik yang memfitnah dirinya dalam persaingan politik menuju pilkada DKI Jakarta.
Artinya, Ahok tampaknya akan aman melenggang menuju cagub sampai hari pemungutan suara. Dan bahkan menjadi calon yang semakin kuat, tak tertandingi dan sulit dikalahkan oleh cagub yang lainnya. Betul versi hasil survei terbaru dari tukang survei yang baru-baru ini dirilis, yang menyebutkan Ahok ternyata bisa dikalahkan, tapi sangat sulit. Bukan tendensius, tapi percayalah.
Karena walaupun kasus Ahok ini yang ditenggarai sebagai penistaan atau penodaan agama diproses secara hukum, sebenarnya tidak perlu khawatir. Pasalnya, meski seandainya status Ahok berubah menjadi tersangka, maka dia tetap akan bisa mengikuti pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta 2017. Bahkan kalau sekiranya Ahok sebagai pejawat terpilih kembali sebagai gubernur di pilkada 2017, dan statusnya hanya tersangka, maka itu tidak serta merta dapat melengserkannya dari kursi DKI 1. Berbeda dengan kalau Ahok sampai statusnya terdakwa. Demikian kurang lebih pendapat pakar hukum tata negara, Margarito Kamis.(Republika.co.id, 15/10).
Itulah kenapa mereka, penentang dan lawan politik Ahok bernafsu menyeret Ahok ke penjara. Tapi tentu saja, Ahok bersama tim sukses juga para pendukungnya, tidak bakalan diam dan rela kalau Ahok sampai menjadi terdakwa dan menjadi pesakitan. Makanya, semua drama dalam menjegal pencalonannya menuju DKI 1 kemungkinan besar kandas di tengah jalan. Ini sekaligus adalah semacam pemanasan awal yang akan mengantarkannya secara sehat dan elegan ke kursi DKI 1 itu. Sebuah ujian kelas yang akan membuktikan Ahok menjadi juara 1 di kelasnya.
Ini menunjukkan bahwa Ahok semakin teruji kecerdasan dan kepiawaiannya dalam kancah politik nasional. Apalagi kalau melihat orang-orang yang berada di sekeliling Ahok sebagai tim manajemen dan tim sukses, baik yang resmi terdaftar di KPUD maupun tidak resmi, dan ini yang lebih besar jumlahnya juga solid. Ahok dikelilingi oleh orang-orang muda, berpikir brilian, cerdas dan kreatif dalam merumuskan strategi dan cetak biru untuk memenangkan kompetisi pilkada ini.
Saya tidak perlu merinci siapa-siapa saja sekelompok orang muda yang berada di balik layar dan belakang Ahok. Yang jelas mereka adalah orang-orang yang pintar, berkualitas, memiliki kapabilitas yang tidak diragukan lagi dalam membidani kelahiran dan mengantarkan Ahok menuju gubernur DKI Jakarta.
Karena selain faktor Ahok sendiri sebagai seorang sosok yang berkualitas dan luar biasa, tapi faktor orang-orang muda sebagai think thank atau wadah pemikir itu yang “menemani” dan “mengawal” Ahok yang juga berkualitas dan luar biasa.
Terlepas dari segala kelemahan dan kekurangan yang ada pada Ahok, terutama terkait karakternya sebagai layaknya manusia yang sama dengan yang lainnya, tapi juga ia memiliki kelebihan sebagai kekuatan positif yang melengkapi dan nilai tambah yang menggenapi bagi sosok Ahok. Ini bisa dilihat, paling tidak, sejak ia dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi sampai hari ini.
Ahok memiliki karakteristik kepemimpinan yang khas dan layak diapresiasi dalam memimpin ibu kota Jakarta lima tahun ke depan. Karakteristik kepemimpinan yang dimiliki oleh Ahok—Ini pendapat saya dan tidak menutup kemungkinan yang lain berbeda pendapat dengan saya—antara lain adalah berpikir di luar kelaziman (think outside the box), keberanian mendobrak birokrasi, kemampuan untuk selalu berimprovisasi, menghormati waktu dan tidak mendewakan kekuasaan.
Merespons masalah secara real time, keberanian mengambil resiko, keberanian melawan fitnah, kemampuan melakukan transformasi diri, berpikir rasional, taat sistem dan peraturan, dan tentu problem solver.
Karakteristik kepemimpinan Ahok seperti di atas adalah aset dan modal bagi Ahok dan tim suksesnya untuk menguatkan persepsi bahwa tampaknya Ahok tetap sulit terkalahkan oleh siapa pun calon pesaingnya dalam pilkada DKI Jakarta. Rileks saja. Ayo siapa berani lawan Ahok? []
■ Tulisan ini dipublikasikan di Qureta.com pada 15 Oktober 2016.

Komentar
Posting Komentar