Menikah Tapi Bercerai


Menikah Tapi Bercerai
Oleh Muis Sunarya


Dalam kondisi tertentu, oleh sebab dan alasan yang tidak bisa dihindari, pernikahan atau perkawinan itu bisa kandas dan terputus di tengah jalan.
Perceraian akhirnya menjadi pilihan bagi pasangan suami istri. Walaupun memang perceraian itu dibolehkan dalam hukum dan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah, tetapi tetap saja kerap kali perceraian adalah pintu terakhir dan pilihan yang diambil dalam menyelesaikan kisruh dalam rumah tangga.
Perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian. (Sunan Abu Dawud).
Berikut ini adalah persoalan terkait talak atau perceraian, dikutip dari Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sengaja rujukan ini tunggal hanya dari Kompilasi Hukum Islam (KHI), karena selain tentu saja, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, KHI adalah "kitab suci" yang menjadi rujukan utama Pengadilan Agama. Tulisan ini sekadar bersifat deskriftif  dan lebih bersifat informatif saja, karena tidak sedikit orang bertanya dan minta penjelasan pada penulis tentang bagaimana hukum perceraian dan proses perceraian itu.
Perkawinan dapat putus karena: kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
  • salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
  • salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
  • antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
  • Suami melanggar taklik talak;
  • peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Talak
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Talak dilihat dari segi boleh dan tidaknya untuk rujuk, yaitu: Pertama, Talak Raj`i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. Kedua, Talak Ba`in Sugra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
Talak Ba`in Sugra sebagaimana tersebut di atas adalah:
  • talak yang terjadi qabla al dukhul;
  • talak dengan tebusan atau khuluk
  • talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Ketiga, Talak Ba`in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri, menikah degan orang lain dan kemudian terjadi perceraian bakda al dukhul (setelah terjadi hubungan seks) dan habis masa iddahnya.
Sedangkan dilihat dari sifatnya, yaitu: Pertama, Talak sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Kedua, Talak bid`i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
Li'an
Li`an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya. Li`an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.
Tata cara li'an diatur sebagai berikut :
  1. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata “laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta”
  2. Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata “tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar”, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas dirinya :tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”;
  3. tata cara pada huruf a dan huruf b tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan;
  4. apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b, maka dianggap tidak terjadi li`an.
Li`an hanya sah apabila dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama.
Tata Cara Perceraian
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi.
  1. Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
  2. Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasihati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.
  3. Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.
  4. Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinannya tetap utuh.
  5. Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian baki bekas suami dan istri.
Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami istri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.
Gugat Cerai
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama,. Yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.
Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat. Gugatan perceraian karena alasan tersebut, dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan gugatan meninggalkan rumah.
Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman besama.
Gugatan perceraian karena alasan tersebut, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut.
Gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud, maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyapaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mingkin ditimbulkan, Penghadilan Agama dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat :
  1. menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
  2. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan pengadilan Agama mengenai gugatan perceraian itu.
Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tergugat tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatanpada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui satu atau bebrapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama.
Pengumuman melalui surat kabar atau surat-siurat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua
Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Dalam hal sudah dilakukan sebagaimana dimaksud  dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud, panggilan disampaikan melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas atau surat gugatan perceraian.
Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian perlu diperhatikan tentang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan Agama.
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
Dalam hal suami atau istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri. Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
Selama perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Apabila terjadi pedamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.
Apabila tidak dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
  1. Putusan mengenai gugatan perceraian dilakukan dalam sidang terbuka.
  2. Suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempuntai kekuatan hukum yang tetap.
Setelah perkara perceraian itu diputuskan, aka panitera Pengadilan Agama menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami isteri atau kuasanya dengan menarik Kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang bersangkutan.
Panitera Pengadilan Agama berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal isteri untuk diadakan pencatatan.
Panitera Pengadilan Agama mengirimkan surat Keterngan kepada masing-masing suami istri atau kuasanya bahwa putusan tersebut ayat (1) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan merupakan bukti perceraian bagi suami dan bekas istri.
Panitera Pengadilan Agama membuat catatan dalam ruang yang tesedia pada Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan bahwa mereka telah bercerai.
Catatan tersebut berisi tempat terjadinya perceraian, tanggal perceraian, nomor dan tanggal surat putusan serta tanda tangan panitera. (5) Apabila Pegawai Pencatat Nikah dengan Pegawai Pencatat Nikah tempat pernikahan mereka dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan Pengadilan Agama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar Negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah di Jakarta.
Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya.
Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk, menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.
Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing.
Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan tentang akibat khuluk, dan memberikan nasihat-nasihatnya.
Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya 'iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal 131 ayat (5). Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusanatau iwadl Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.
Akibat Putusnya Perkawinan
Akibat Talak
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
  • memberikan mut`ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;
  • memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;
  • melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul;
  • memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Bekas suami berhak melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang masih dalam iddah. Bekas istri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain. Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.
Waktu Tunggu (Iddah)
Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla al dukhul (belum terjadi hubungan seks) dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut :
  • Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul (belum terjadi hubungan seks), waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari:
  • Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3  (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
  • Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
  • Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian, sedangkan antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul (belum terjadi hubungan seks).
Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya, Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu haid. Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haid kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali waktu suci.
Apabila istri bertalak raj`i kemudian dalam waktu iddah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan ayat (6)pasal 153, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah menjadi empat bulan sepuluh hari terhitung saat matinya bekas suaminya.
Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluk, fasakh dan li`an berlaku iddah talak.
Akibat Perceraian
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
  • anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2. ayah;  3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
  • apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
  • semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)
  • bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasrkan huruf (a),(b), dan (d);
  • pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97, yaitu Pasal 96 : Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang isteri atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
Pasal 97: Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Mut`ah.
Mut`ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat :
  • belum ditetapkan mahar bagi isteri ba`da al dukhul;
  • perceraian itu atas kehendak suami.
Mut`ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158. Besarnya mut`ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
Akibat Khuluk
Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak dapat dirujuk.
Akibat Li`an
Bilamana li`an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah.
Pernikahan itu komitmen bersama. Sebuah perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalidza) yang mestinya tidak bisa dipisahkan oleh alasan dan sebab apa pun.
Untuk apa menikah tapi kalau akhirnya bercerai juga. Untuk apa susah payah mendayung bahtera tapi kalau akhirnya hanyut dan tenggelam juga.
Mestinya, sekali menikah, untuk selamanya. Sekali mendayung, berlabuh sampai ke tepian. Tak peduli gelombang menghempas, angin kencang menerpa, ombak menerjang dan karang terjal menghadang. Bagaimana pun layar harus tetap terkemang. Bahtera harus terus selalu maju berpacu melaju menuju pantai impian bersama, sakinah mawadah wa rahmah. []

■ Tulisan ini pernah dipublikasikan di Qureta.com pada 29 Maret 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

In Memoriam, Hanif M Sobari (1970 - 2018) : Semesta Pun Berduka

Tembak Laser untuk Batu Ginjal, Sebuah Ikhtiar

Mencairlah, Rindu Kita yang Membeku