Menakar GPS, Bahaya dan Faedahnya

tribunnews.com

Dalam prinsip dasar hukum Islam (usul fikih) dinyatakan, "Dar-ul mafasid muqaddam 'ala jalbil masalih". Artinya, mendahulukan untuk mengabaikan hal yang merusak (membahayakan) itu lebih baik daripada memilih hal yang berfaedah.
Poinnya pada kalimat, "mendahulukan untuk mengabaikan atau menghindari keburukannya". Karena efek keburukannya (negatifnya) lebih besar ketimbang faedahnya.
Dalam pengertian lain, bahwa jika kita dihadapkan pada persoalan, manakah yang harus didahulukan atau diutamakan: kerusakannya (bahayanya) yang ditimbulkan itu lebih besar ketimbang faedahnya yang dirasakan?
Ini adalah soal menakar. Memperhitungkan dan mempertimbangkan berdasarkan rasionalisasi atas dua pilihan: Bahaya dan faedahnya. Bahayanya lebih besar daripada faedahnya. Walaupun bisa jadi faedahnya lebih kecil tetapi lebih penting.
Prinsip itu mengajarkan, tinggalkan lebih dulu yang lebih besar bahayanya. Dan bersikap lebih baik memilih faedahnya (kemaslahatan) dan efek yang ditimbulkan.
Apalagi kalau masih banyak pilihan dan cara yang bisa diambil dan lebih berfaedah lagi. Jangan memaksakan diri, keukeuh pada pilihan yang lebih besar merugikan dan membahayakan.
Contoh nyata adalah penggunaan Global Positioning System (GPS) dalam berkendara. Kalau bahayanya lebih besar daripada faedahnya, lebih baik diabaikan saja GPS itu. 
Apalagi kalau masih banyak cara lain untuk keselamatan dalam berkendara. Untuk apa harus ngotot menggunakan GPS.
Realitasnya bahwa penggunaan GPS dapat menggangu konsentrasi dalam berkendara. Bisa membahayakan. Karena bisa terjadi kecelakaan lalu lintas.
Makanya wajar ada pelarangan dari aparat atau instansi terkait, Kementerian Perhubungan atau kepolisian, misalnya. Tentu ada pertimbangan dan pengkajian sebelumnya. Prinsipnya lebih mengutamakan keselamatan dari pengendara.
Sebenarnya, larangan penggunaan GPS dalam berkendara lebih baik dan lebih signifikan. Para ahli maupun pihak terkait sependapat bahwa larangan semacam ini dapat menciptakan kesadaran perilaku tertib berkendara sehingga menghindarkan pengemudi dari bahaya kecelakaan lalu lintas.
Permasalahan utamanya, adalah lantaran dalam aturan larangan itu tak ada rincian yang jelas mengenai sejauh mana penggunaan GPS dianggap menganggu konsentrasi pengendara. Sementara, GPS masa kini cenderung lebih ramah pengemudi. Bisa didengar lewat navigasi suara atau terpasang sebagai fitur standar di mobil, misalnya.
Lantas, kapan menggunakan GPS dapat dikatakan menganggu konsentrasi dan membahayakan bagi pengendara?
Menggunakan GPS bisa menganggu konsentrasi, yakni: Ketika pengemudi melihat ke ponsel untuk memvisualisasikan rute.
Menyentuh dan berinteraksi dengan perangkat sehingga melepas tangan dari kemudi.
Terganggu secara visual oleh cahaya perangkat yang terang setelah gelap. Terganggu oleh navigasi suara. Dan ketika pengemudi perlu mengubah atau memilih rute alternatif.
Intinya, GPS memungkinkan pengemudi mengalihkan perhatian dari jalan. Sehingga konsentrasi pengemudi sedikit banyak terganggu. 
Seperti rasa kantuk yang tiba-tiba kadung datang merasuk ketika menyetir kendaraan, dalam sekian detik saja, bisa dipastikan konsentrasi terusik, maka ini bisa membahayakan.
Walaupun demikian, ini bukan berarti menggunakan GPS dalam berkendara tidak ada manfaat atau tidak berguna sama sekali.
Apalagi bagi supir taksi dan ojek daring yang hampir tidak bisa lepas dari penggunaan GPS ini. Ibarat bernafas, mereka sangat bergantung pada alat ini.
Kalau memang tetap harus pakai GPS dalam berkendara, bagi para pengendara disarankan mempelajari rute perjalanan dengan memprogram tujuan di GPS sebelum berangkat.
Nyalakan juga mode suara atau minta bantuan penumpang untuk memonitor GPS.
Dan terakhir, jangan melulu mengandalkan dan terlalu bergantung pada GPS. Yang paling penting, tetap fokus dan waspada mengemudi.
Utamakan keselamatan berkendara. Tertib dan disiplin berlalu lintas. Lebih baik abaikan saja GPS, bila itu cenderung membahayakan perjalanan berkendara. []

(Esai ini dipublikasikan di Kompasiana tanggal 08 Pebruari 2019)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

In Memoriam, Hanif M Sobari (1970 - 2018) : Semesta Pun Berduka

Tembak Laser untuk Batu Ginjal, Sebuah Ikhtiar

Mencairlah, Rindu Kita yang Membeku