Ayah dan Anak Berdebat
KH. Ma'ruf Amin (MA) dan Sandiaga S. Uno (SU) akan berdebat. Debat ini akan disiarkan langsung oleh beberapa stasiun televisi dan disaksikan oleh berjuta pasang mata di seantero negeri ini.
DEBATCAWAPRES2019 ini adalah debat episode ketiga yang akan digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 17 Maret 2019. Temanya berkisar tentang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.
Membaca riwayat hidup KH. Ma'ruf Amin dan Sandiaga S. Uno, kedua-duanya memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang tidak diragukan lagi. Walaupun memang SU dikenal sebagai pelaku usaha yang sukses, bejibun perusahaannya, dan ribuan tenaga kerjanya. Terus, kekayaannya? Tidak usah ditanya kalau soal itu. Tapi ini bukan berarti MA tidak paham masalah ketenagakerjaan.
Karena saya pribadi lebih banyak mengenal MA ketimbang SU. Bertahun-tahun saya mengikuti dan bersama Pak Kyai. MA betul lebih kental dengan kesantrian dan keulamaannya. Ia memang menguasai khazanah keilmuan (keislaman) klasik. Tetapi ia juga sangat concern dengan perkembangan keilmuan kontemporer dalam merespons modernitas. MA itu sangat luas wawasan dan keilmuannya. Makanya ia lebih dikenal sebagai ulama yang relatif moderat.
Pun bicara soal pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya, dua-duanya sama-sama baiknya. Hanya saja MA akan lebih fasih dan mumpuni jika bicara soal-soal pendidikan, sosial dan budaya, apalagi yang cenderung mengarah ke bidang sosial dan pendidikan keagamaan. MA tidak perlu diragukan dalam soal ini. SU tentu akan menjadi pendengar yang baik.
Tidak luput, seperti halnya di debat perdana, MA semoga agak mengubah gayanya untuk berbicara lebih konkret, detail, dan rinci berdasarkan data ketika menyampaikan materi. Jadi tidak cenderung teoritis-konseptual yang mengawang. Tetapi lebih ke praksis dan kontekstual yang membumi. MA dipastikan bisa lebih vokal dan berani mengeksplorasi dan mengartikulasikannya.
Karena bisa dipastikan gaya SU seperti biasanya akan bicara lebih rinci dan konkret berdasarkan data dan contoh-contoh di lapangan sebagai pengalamannya turun blusukan dan oleh-oleh safari politiknya ke berbagai daerah. Walaupun sering perlu dipertanyakan kesahihan dan kebenarannya. Jangan sampai SU mengulang politik dumbing down lagi. Tidak etis.
Pokoknya, baik MA maupun SU sama-sama punya modal untuk mengelaborasi tema debat nanti. Artinya, bahwa nanti akan terlihat bagaimana presentasi debat antara keduanya ini akan berlangsung menarik dan seru.
Betul, dalam debat itu masing-masing peserta harus menguasai materi debat. Tetapi debat juga tidak bisa dipisahkan dari kepiawian dan keterampilan berkomunikasi, meramu kata, memilih diksi, merespons lawan bicara, bermain logika (berpikir logis), mengedepankan argumentasi, menawarkan program, menampilkan pesona, ketenangan dan kepercayaan diri dari peserta debat dalam menyampaikan gagasan.
MA dan SU tentu punya kemampuan dan keterampilan tentang semuanya itu. Tetapi jangan lupa, secara psikologis, dalam penampilan MA dan SU nanti, semua pasang mata akan menyaksikan menariknya perdebatan antara ayah dan anak. Ayah yang kebapakan, bijaksana dan mengayomi. Dan anak yang santun, cerdas, penuh rasa hormat dan berbakti.
Debat ini tetap seru dan menarik, karena masing-masing cawapres akan memperlihatkan kelebihan dan kemampuannya secara positif dalam mempresentasikan materi debat.
Dalam debat kali ini tampaknya tidak akan terjadi saling menyerang, apalagi saling menjatuhkan secara personal. Selain tidak etis, dan tidak elegan, juga dilarang sesuai tata tertib debat.
Dan Sandiaga S. Uno pun tidak akan melakukan itu pada KH. Ma'ruf Amin. Nanti bisa kuwalat. Anak kok ngelawan pada Ayah. Sebaliknya, KH. Ma'ruf Amin juga tidak mungkin melakukan yang sama terhadap Sandiaga S. Uno. Masa Ayah tega menjelek-jelekkan dan mencela Anak. Di muka publik pula.
Mereka akan sama-sama menjaga marwah dan menampilkan keteladanan di hadapan publik. Debat yang indah dan sedap mata di kala memandang, bukan?
Pada akhirnya, lagi-lagi apakah debat ini memengaruhi orang yang belum menentukan pilihannya. Hasil survei beberapa lembaga survei menyatakan tidak terlalu berpengaruh terhadap elektabilitas capres/cawapres.
Tapi, paling tidak, debat selama ini adalah media hiburan, sajian memacu adrenalin, dan menyisakan fenomena debat pasca debat di linimasa.
Bahkan ini yang lebih seru dan sebenarnya nggak penting juga, berdebat tentang debat. Menilai debat kok dari sisi menang-kalah. Dan lucunya lagi, ada yang sampai memberi skor hasil debat. Ini lebih parah. Memangnya debat itu pertandingan sepak bola, apa ya?
(Esai ini dipublikasikan pertama kali di Kompasiana tanggal 14 Maret 2019)
Komentar
Posting Komentar