Menyaksikan Drama Politik Pasca Quick Count

liputan6.com

Pemenang pilpres 2019 versi quick count (dan biasanya tidak berbeda jauh dengan versi real count KPU) sudah bisa dipastikan adalah Jokowi - KH. Ma'ruf Amin.

Melihat fenomena hasil quick count seperti itu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandi tentu melanjutkan skenario gerakannya.

Skenario pertama, jika kalah di quick count, tolak quick count. Lakukan pernyataan pers (kalau bisa lebih dari sekali) bahwa
Prabowo menang berdasarkan hasil quick count internal (atau nyatakan saja itu adalah hasil real count). Viralkan opini bahwa Prabowo adalah pemenang pilpres 2019. Walaupun sebenarnya mereka menyadari bahwa mereka sudah kalah.

Sambil menunggu rekapitulasi dan hasil akhir real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), kawal hasil suara dari tps-tps, sekaligus cari dan kumpulkan temuan kekurangan atau kecurangan pemilu di lapangan yang akan diklaim bahwa kecurangan itu dilakukan oleh panitia penyelanggara (KPU) dan kubu 01.

Setelah memiliki bukti (masih tanda tanya, benar bukti atau fiksi) adanya beberapa kecurangan, dan KPU secara resmi merilis hasil akhir hitung manual (real count), maka skenario berikutnya, adalah tolak real count KPU dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini mengandaikan Prabowo tidak siap kalah dan terus meradang menolak kalah.

Tetap teriakkan dan viralkan bahwa KPU dan kubu 01 melakukan kecurangan. Viralkan opini ketidakpercayaan pada KPU dan aparat keamanan (TNI/Polri) tidak netral. Jangan berhenti teriakkan, "Prabowo menang menang menang!". Tak peduli, orang mau bilang apa kek.

Kenapa ini mereka lakukan? Yang jelas, kubu 02 tidak boleh diam begitu saja. Karena ini kontestasi kali kedua Jokowi versus Prabowo di pilpres. Maka, pilihannya, mereka harus melawan. Tidak boleh mereda, tapi harus terus meradang.

Buat Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - KH. Ma'ruf Amin dan barisannya resah dan gelisah. Jangan biarkan mereka tidur nyenyak.

Begitu kurang lebih membaca skenario yang tak terpisahkan dari cerita, kenapa Prabowo meradang menolak kalah. Dan menyaksikan drama politik pasca quick count.

Ancaman Amien Rais akan melakukan people power, hemat saya, adalah isapan jempol saja. Gertak sambal. Sangat kecil kemungkinannya dilakukan poeple power. Karena itu mengarah ke gerakan inkonstitusional. Dan akan berhadapan dengan TNI/Polri.

Dengan sangat berat hati, saya tak akan lebih jauh bercerita, siapa sesungguhnya Amien Rais, terutama beberapa tahun terakhir ini. Yang jelas, Amien Rais hari ini sungguh jauh berbeda dengan Amien Rais yang dulu, dalam sikap dan pemikiran politiknya. Sekarang ini, sedikit aneh, atau justru sangat aneh, Amien Rais cenderung eksklusif dan agak-agak berbau klenik.

Dalam hal ini, menarik, perhatikan dan catat intruksi Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) sebagai ketua umum Partai Demokrat kepada pengurus fungsionaris dan seluruh kader partainya untuk tidak ikut-ikutan dalam gerakan atau kegiatan yang inkonstitusional.

Ini kesekian kalinya, sikap  dan pernyataan SBY berbeda dengan koalisi adil makmur Prabowo - Sandi. Sebelumnya, SBY pernah memberikan pernyataan melalui surat yang sebenarnya ditujukan untuk pengurus fungsionaris Partai Demokrat. Isi suratnya berkaitan dengan kampanye akbar kubu 02 di Gelora Bung Karno (GBK).

SBY mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap kampanye Prabowo yang tidak lazim dan tidak inklusif. "Kampanye mestinya lebih mengusung kebinekaan dan persatuan." kata SBY.

Dari sikap dan pernyataan SBY ini, tidak sedikit yang menafsirkan bahwa ini adalah semacam isyarat SBY dan Partai Demokrat yang tampaknya tidak sejalan lagi dengan koalisi adil makmur.

Kebenaran tafsir ini belum bisa dipastikan. Atau bisa jadi sekadar rumor politik. Tunggu dan lihat saja nanti kejutan politik apa yang akan dimainkan oleh SBY dan Partai Demokrat ke depan. Akankah mereka keluar dari koalisi?

Akhir cerita dari drama politik ini, Jokowi - KH. Ma'ruf Amin tampaknya tetap akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019 - 2024. Mengandaikan gugatan BPN Prabowo - Sandi ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Bersamaan dengan itu, opini kecurangan kubu 01 terus digulirkan dan melekat di benak pendukung kubu 02. Media sosial tidak bakal sepi dari tebaran hoaks yang dilakukan oleh kubu oposisi. Selanjutnya kubu oposisi bergerak di legislatif. []

(Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana tanggal 19 April 2019)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

In Memoriam, Hanif M Sobari (1970 - 2018) : Semesta Pun Berduka

Tembak Laser untuk Batu Ginjal, Sebuah Ikhtiar

Mencairlah, Rindu Kita yang Membeku